Thursday, November 11, 2010

TIDAK ADA GADING YANG TAK RETAK

Setiap kita mempunyai kesalahan dan kekurangan. Manusia tidak bisa lari dengan menutup diri terhadap kekurangannya. Yang harus dilakukan adalah introspeksi dan menghisab diri sendiri untuk sebuah perbaikan.

Umar bin Khaththab rahdiyallahu ‘anhu pernah berpesan:
“Hisablah dirimu sebelum diri kamu sendiri dihisab, dan timbanglah amal perbuatanmu sebelum perbuatanmu ditimbang.”
Berikut ini beberapa hal yang dapat membantu seseorang untuk introspeksi diri dan memperbaiki berbagai kekurangannya:

MENGAKUI KEKURANGAN SENDIRI

Ibnu Hazm berkata: “Seandainya orang yang kurang itu mengetahui kekurangan dirinya, niscaya ia menjadi sempurna.” Beliau melanjutkan, “Manusia itu tidak luput dari kekurangan, dan orang yang berbahagia adalah orang yang sedikit aibnya.” (Al Akhlaq wa As Siyar)

Menyedari kekurangan yang ada pada dirinya sebagai kekurangan. Ada beberapa orang yang mengetahui suatu kekurangan ada pada dirinya tapi dia tidak menganggap hal itu sebagai sebuah kekurangan. Pengetahuan terhadap kekurangan dirinya nyaris tidak mendatangkan manfaat apa-apa untuk perbaikan.

Hal ini bisa disebabkan karena dia memandang dirinya dengan kacamata dirinya sendiri dan tidak memperhatikan kacamata orang lain dalam menilai dirinya. Disinilah perlunya kita membuka diri sendiri terhadap pandangan dan penilaian dari orang lain, terutama orang yang alim.

Kita harus mengetahui dan mencari kekurangan diri kita. Sebab mengetahui penyakit itu dapat menolong seseorang untuk menentukan obatnya. Ibnu Al Muqaffa’ mengatakan: “Salah satu aib manusia terbesar ialah ia tidak mengetahui kekurangan dirinya. Karena orang yang tidak mengetahui aib dirinya, maka ia pun tidak mengetahui kebaikan orang selainnya. Barangsiapa yang tidak mengetahui aib dirinya dan kebaikan orang lain, maka ia tidak bisa menghilangkan aib yang dia sendiri tidak mengetahuinya dan tidak akan mendapatkan kebaikan-kebaikan orang lain yang tidak pernah ia lihat selamanya.” (Al Adab Ash Shaghir wa Al Adab Al Kabir).

Mahmud Al Waraq mengatakan: “Manusia yang paling sempurna ialah yang paling tahu kekurangan dirinya dan yang paling dapat mengalahkan syahwat dan keinginannya” (Aqwal Ma’tsurah wa Kalimat Jamilah, Dr Muhammad Ash Shabbagh)

TIDAK MEMANDANG ORANG LAIN DENGAN PANDANGAN YANG REMEH
Tidak memandang orang lain dengan pandangan yang remeh sehingga dia bisa melihat kebaikan yang ada pada orang lain dan mendapat manfaat darinya.

TIDAK MEMANDANG DIRI SENDIRI DENGAN PENUH KEKAGUMAN
Tidak memandang diri sendiri dengan penuh kekaguman dan merasa dirinya yang paling baik. Rasa ujub ini seringkali disisipkan iblis ke dalam hati kita tanpa kita sadari sehingga akhirnya kita larut dan terbawa. Selain merupakan dosa, rasa ujub menghalangi seseorang untuk mencari kekurangan yang ada pada dirinya sendiri sehingga dia terhalang dari perbaikan dan terus berkubang pada kekurangan.

Ibnu Hazm mengatakan:“Ketahuilah dengan penuh keyakinan bahwa manusia itu tidak bisa luput dari kekurangan, kecuali para nabi. Barangsiapa yang tidak mengetahui berbagai kekurangan dirinya, maka ia akan menjadi orang yang hina, lemah akal, dan sedikit pemahamannya, yang mana ia merasa bukan sebagai orang yang hina dan tidak merasa bahwa tempat berpijaknya adalah kehinaan. Karena itu, ia tidak sudi mencari kekurangan dirinya dan tidak sudi menyibukkan diri dengan hal itu bahkan dia merasa kagum dengan dirinya sendiri dan sibuk dengan aib orang lain yang tidak membahayakan dirinya baik di dunia maupun di akhirat.” (Al Akhlaq wa As Siyar)

SENANTIASA BERUSAHA MENGHILANGKAN KEKURANGAN
Senantiasa berusaha menghilangkan kekurangan-kekurangan itu. Tidak cukup sekedar mengetahui kekurangan-kekurangan diri, tetapi harus pula berusaha menghilangkannya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (yang artinya): 
"Beruntunglah orang yang membersihkan diri.” (Qs. Al A’la: 14)."
"Sungguh beruntung orang yang membersihkan dirinya.” (Qs. Asy Syams:9)."

Ibnu Hazm berkata: “Orang yang berakal adalah orang yang dapat menentukan aib dirinya, lalu mengalahkannya dan berusaha menundukkannya. Sedangkan orang yang dungu adalah orang yang tidak mengetahui aib dirinya, baik karena kurang pengetahuan dan akalnya serta lemah pikirannya maupun karena ia menilai bahwa aibnya tersebut adalah perangainya. Dan ini adalah aib terbesar di muka bumi ini.” (Al Akhlaq wa As Siyar)

BERJANJI PADA DIRI SENDIRI UNTUK JADI BAIK
Berjanji kepada diri sendiri untuk menjadi baik terhadap dirinnya. Ibnu Muqaffa’ mengatakan: “Hendaklah kamu berjanji terhadap dirimu sendiri untuk menjadi baik, sehingga dengan hal itu ia akan menjadi ahli kebajikan. Sebab jika anda melakukan demikian, maka kebajikan akan datang mencarimu sebagaimana air mengalir mencari tempat yang curam.” (Al Adab Ash Shaghir wa Al Adab Al Kabir).

Ibnu Hazm berkata: “Mengabaikan sesaat dapat merusak setahun” (Al Akhlaq wa As Siyar).

TIDAK MENJADIKAN KEBURUKAN KELMARIN SEBAGAI ALASAN UNTUK MENJADI BURUK
Kita tidak boleh menjadikan keburukan kelmarin sebagai pembenaran untuk mengerjakan keburukan hari ini dan tidak pula menjadikan keburukan seseorang sebagai pembenaran untuk kita berbuat keburukan. 

Ibnu Hazm mengatakan:“Saya tidak melihat iblis lebih bodoh, lebih buruk dan lebih dungu daripada dua kalimat yang dilontarkan oleh propagandisnya: Pertama, alasan orang yang berbuat keburukan bahwa si fulan juga telah mengerjakan keburukan itu sebelumnya; kedua, seseorang menganggap remeh keburukannya hari ini karena ia telah berbuat keburukan itu kemarin, atau ia melakukan keburukan dalam suatu hal karena ia telah berbuat keburukan dalam hal lainnya. Akhirnya kedua kalimat tersebut menjadi alasan yang memudahkan untuk berbuat keburukan dan mengkategorikan keburukan tersebut dalam batas yang diakui, dianggap baik, dan tidak diingkari.” (Al Akhlaq wa As Siyar)

MENELAAH SESUATU YANG BERMANAFAAT UNTUK MEMPERBAIKI DIRI
Menelaah sesuatu yang bermanfaat yang dapat membantu perbaikan diri terutama ilmu syar’i. Dengan ilmu syar’ilah seseorang dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan ilmu syar’i dia memiliki parameter yang tepat untuk menimbang segala sesuatu. Ini adalah poin yang sangat penting.
________________________

Maraji':

Ma’al Mu’allimin, Muhammad bin Ibrahim Al Hamd, terj. Bersama Para Pendidik Muslim.
Al Ilmam fii Asbaabi Dha’fi Al Iltizaam, Husain Muhammad Syamir, terj. 31 Sebab Lemahnya Iman

http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/tak-ada-gading-yang-tak-retak.html

Doa merangsang diri dan keluarga agar menjaga solat.

Sunday, November 7, 2010

Doa Akhir & Awal Tahun


 Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Segala puji-pujian itu tertentu bagi Allah seru sekalian alam.

Selawat dan salam ke atas semulia-mulia nabi dan Rasul iaitu penghulu kami nabi Muhammad s.a.w. dan di atas keluarganya dan para sahabatnya sekalian. 


Ya Allah! Apa yang telah kami lakukan sepanjang tahun ini dari apa yang Engkau tegahkan kami daripadanya, maka tidak sempat kami bertaubat darinya dan Engkau tidak meredhainya dan tidak Engkau melupainya dan Engkau berlemah lembut ke atas kami walaupun Engkau berkuasa atas menyiksakan kami, malah Engkau memberi peluang supaya kami bertaubat setelah kami melakukan maksiat ke atas Engkau, maka sesungguhnya kami memohon keampunan Engkau, maka ampunilah bagi kami 

Dan apa yang kami lakukan padanya dari apa yang Engkau redhainya dan Engkau telah menjanjikan kami ganjaran pahala ke atasnya, maka kami memohon akan Dikau wahai Tuhan yang mulia yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan semoga Engkau menerima daripada kami dan janganlah Engkau memutuskan harapan kami daripada Engkau wahai Tuhan yang mulia. 

Wahai Tuhan kami, Kurniakanlah kepada kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat dan peliharalah kami akan azab api neraka. 



Dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang. Segala puji-pujian bagi Allah pentadbir sekalian alam

Selawat dan salam ke atas semulia-mulia nabi dan Rasul iaitu penghulu kami nabi Muhammad s.a.w. dan di atas keluarganya dan para sahabatnya sekalian. 


Ya Allah! Engkaulah yang kekal, qadim lagi azali dan di atas kelebihan Engkau yang besar dan kemurahan Engkau yang melimpah dan ini adalah tahun baru yang sesungguhnya telah mendatangi kami, kami memohon kepada Engkau pemeliharaan padanya daripada syaitan yang direjam, pembantu-pembantunya dan tentera-tenteranya dan kami memohon pertolongan di atas nafsu yang banyak mendorong kepada kejahatan dan kami memohon kepada Engkau bagi melakukan sebarang pekerjaan yang boleh mendekatkan diri kami kepada Engkau. 

Ya Allah! Tuhan yang mengubahkan segala keadaan, ubahkanlah keadaan kami kepada sebaik-baik keadaan dengan kekuasaan dan kekuatan Engkau wahai Tuhan yang mengerasi lagi maha tinggi. 

Wahai Tuhan kami, Kurniakanlah kepada kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat dan peliharalah kami akan azab api neraka.


Apa itu Sunnatullah?

Allah SWT mencipta langit, bumi dan seluruh isinya termasuk manusia. Allah juga mewujudkan peraturan demi untuk keselamatan dan kesejahteraan mereka bukan sahajadi dunia, bahkan juga di Akhirat, tempat tinggal terakhir buat manusia

Peraturan atau syariat Allah yang berlaku di bumi tempat tinggal sementara manusia ini, itulah yang dikatakan sunnatullah.

Ia merupakan peraturan dan perjalanan yang Allah Taala telah tetapkan dan peraturkan untuk manusia.

Yang wajib kenalah manusia ikut dan patuhi. Jika manusia tidak patuhi dan menolak sunnatullah itu, pasti manusia rosak dan binasa. Rosak dan binasa itu pasti terjadi di dunia lagi sama ada dalam jangka masa pendek mahupun panjang.

Apabila kita memperkatakan sunnatullah iaitu satu sistem dan peraturan yang ditentukan oleh Allah Taala buat manusia di dunia ini, ia tidak akan berubah dan tidak ada siapa yang boleh merubahnya sejak Allah Taala wujudkannya hinggalah sampai bila-bila.

Firman Allah SWT:

Maksudnya: Kerana engkau tidak sekali-kali akan mendapati sebarang perubahan bagi Sunnatullah, engkau tidak sekali-kali akan mendapati sebarang penukaran bagi perjalanan sunnatullah itu. (Fathir: 43)

Perlu diingat bahawa sunnatullah itu terbahagi kepada dua bahagian:

Pertama:Manusia menerimanya secara terpaksa
Kedua: Manusia menerima secara sukarela

Firman Allah:

Maksudnya: "Dan kepada Allah jualah sekalian makhluk yang ada di langit dan bumi tunduk menurut, sama adadengan sukarela atau dengan terpaksa." (Ar Ra'd: 15)

1. Secara terpaksa (karhan)
Sunnatullah yang pertama, manusia terpaksa menerimanya secara terpaksa (karhan).

Di antaranya seperti:
– Jika manusia ingin bernafas, Allah sudah tentukan dengan udara bukan dengan air dan lain-lain.
– Bernafas melalui hidung bukan melalui mata dan lainlainnya.
– Makan dan minum melalui mulut bukan melalui dubur dan lain-lain jalan.
– Berjalan menggunakan kaki bukan melalui tangan dan lain-lain.
– Kalau mahu rehat dan untuk memulihkan kesegaran kenalah tidur dan rehat, bukan melalui bermain atau panjat pokok dan lain-lain.

Begitulah keadaannya. Banyak contoh-contoh lain lagi yang tidak perlu disebutkan di sini. Kiaskan sahaja.

2. Secara sukarela (tau'an)
Sunnatullah yang kedua ialah Allah Taala membuat peraturan sebagai sunnatullah yang tidak akan diubahi seperti:

– Makan dan minumlah yang halal seperti nasi dan air mineral, jangan makan dan minum yang haram seperti daging babi dan arak.

– Inginkan perempuan kenalah berkahwin. Jangan berzina.

– Inginkan kaya, berusahalah secara halal seperti berniaga,bertani dan berternak. Jangan mencuri, jangan menipudan jangan rasuah.

– Jika inginkan keselamatan negara dan masyarakat, kenalah mengguna hukum Allah Taala yang berdasarkan AlQuran dan Sunnah.

– Kalau mahu kehidupan di bidang ekonomi berjalan sihat,tidak ada penipuan dan penindasan, tolaklah sistem riba,monopoli dan memperniagakan yang haram.

– Jika mahu kehidupan manusia seimbang agar terjamin kebahagiaan dan keharmonian, bangunkanlah kehidupanyang bersifat material dan juga pembangunan rohaniah.Demikianlah beberapa contoh. Terlalu banyak lagi. Kiaskan sahaja.

Kedua-dua sunnatullah itu sama ada yang bersifat terpaksa(karhan) mahupun bersifat sukarela atau pilihan (tau'an) atau ada usaha memilih untuk melaksanakannya, kalau dilanggar atau tidak dipatuhi, pastilah manusia akan binasa di dunia ini sebelum binasa di Akhirat kelak. Sebab-sebab manusia menolak itu mungkin kerana manusia itu mahu buat peraturan sendiri sebab tidak puas hati dengan peraturan Tuhan itu. Maka mereka pun membuat sunnah sendiri.

Sunnatullah yang pertama, tidak ada manusia yang menentang atau menolaknya. Semua orang boleh menerimanya kerana dari pengalaman manusia, mereka boleh menerima dengan penuh suka dan puas hati. Tidak ada yang terasa berat menerimanya. Bahkan tidak ada yang merasa inferiority complex menerimanya. Semua menerimanya dengan berpuas hati dan senang hati. Tidak ada yang merasakan kolot, ketinggalan zaman,out of date. Tidak ada yang mengatakan, "Ia sudah ketinggalan zaman,semenjak Nabi Allah Adam lagi manusia bernafas dengan udara.Sudah terlalu lama, sudah kolot. Inikan zaman sains dan teknologi,zaman IT canggih, tidak sepatutnya kita bernafas dengan udara lagi. Patut kita bernafas dengan air. Patut kita ubah rasa." Tiada manusia yang mengatakan begitu.

Mengapa manusia boleh menerima bahkan berpuas hati dengan sunnatullah yang pertama iaitu yang bersifat karhan?

Mengapa tidak ada mempertikainya?

Mengapa tidak terasa kolot menggunakan peraturan yang sudah terlalu lama itu?

Manusia boleh menerimanya kerana kalau melanggar sunnatullah itu risikonya besar dan cepat sekali rosak binasa hingga boleh membawa mati. Bahkan sudah ramai yang mati disebabkan air. Cubalah bernafas dengan air! Bolehkah hidup? Bolehkah bernafas? Sudah tentu tidak boleh. Kalau diteruskan juga, masa itu juga binasa. Jadi oleh kerana kalau melanggar sunnatullah yang pertama,yang bersifat terpaksa itu (karhan), manusia akan cepat menerima risikonya, maka tidak adalah manusia yang melanggar sunnatullah yang pertama itu. Malahan manusia boleh patuh dengan puas hati. Di sini manusia merasa selamat menerima sunnatullah yang bersifat karhan.

Manusia berpuas hati menerima peraturan itu. Manusia mengakui siapa yang melanggar sunnatullah itu, mereka pasti rosak binasa. Ertinya mematuhi peraturan yang bersifat karhan itu, ia sangat menyelamatkan dan menguntungkan manusia. Bagaimanapun, manusia payah mahu menerima sunnatullah yang kedua iaitu yang bersifat sukarela (tau'an). Termasuklah sebahagian besar umat Islam di dunia, di akhir zaman ini. Allah Taala membenarkan manusia untuk memilih menerima atau menolak sunnatullah yang bersifat tau'an ini tetapi risikonya tetap ada bahkan lebih besar lagi. Sama ada yang akan berlaku di dunia, betapalah yang akan ditimpakan di Akhirat kelak. Umat Islam sendiri merasa malu untuk menerimanya, ragu melaksanakannya, takut tidak maju, takut huru-hara, malu dengan yang bukan Islam. Ia dianggap ketinggalan zaman dan sudah tidak sesuai lagi.

"Sekarang zaman sains dan teknologi,zaman IT canggih, bukan zaman unta."

Begitulah umat Islam sendiri dengan penuh angkuh dan sombong menolaknya.
Bahkan benci dan prejudis terhadap pejuang-pejuang yang hendak menegakkan sunnatullah kedua yang bersifat tau'an ini. Ramai manusia yang menolak, termasuklah sebahagian besar umat Islam, kerana apabila menolak sunnatullah yang kedua ini risikonya lambat. Kebinasaan dan kerosakan tidak terus berlaku di waktu itu. Ianya lambat berlaku. Adakalanya selepas sepuluh tahun, lima belas tahun atau dua puluh tahun. Sehinggakan apabila risiko dan kerosakan menimpa, di waktu itu mereka sudah tidak dapat kaitkan lagi ia dengan perlanggaran dan penolakan sunnatullah yang dilakukan sejak bertahun-tahun yang lalu.

Lantaran itu kalau ada orang atau golongan yang sedar, memberitahu kerosakan moral, jenayah, perpecahan dan lain-lain lagiy ang berlaku sekarang ini disebabkan kita sejak dahulu telah melanggar sunnatullah, mereka akan menolaknya. Bahkan marah dan bermusuh pula dengan orang itu. Mereka tidak boleh hendak mengaitkan gejala sosial yang berlaku, yang telah merosakkan masyarakat hari ini dengan kesalahan mereka menolak hukum atau sunnatullah itu.

Sebagai contoh, keruntuhan akhlak dan gejala tidak sihat yang berlaku di dalam masyarakat sekarang seperti bohsia,bohjan, budaya lepak, vandalisme, rompak, samun, rasuah, krisis rumah tangga dan sebagainya itu adalah akibat dari apa yang kita telah lakukan sejak puluhan tahun yang lalu. Ianya berlaku apabila sistem pendidikan tidak mengikut syariat Allah, sistem ekonomi berdasarkan kapitalisme, perlembagaan negara bertentangan dengan sunnatullah iaitu tidak mengikut Al Quran dan Hadis, masyarakat kita tidak dihalang daripada pergaulan bebas dan media massa yang tidak dikawal daripada memaparkan apa yang dilarang oleh Allah seperti mempamerkan gambar-gambar lucah yang merangsang nafsu.

Jadi, gejala sosial yang berlaku adalah buah dari pokok yang sudah lama kita tanam.Oleh itu jelaslah kepada kita bahawa sunnatullah yang kedua ini yang bersifat tau'an, jangan dilanggar. Kalau dilanggar tetap memudarat dan merosakkan masyarakat manusia tetapi memakan masa yang panjang baru nampak risikonya.

Setelah lama barulah terlihat kesannya. Sama ada sunnatullah yang pertama mahupun yang kedua,yang bersifat karhan mahupun yang bersifat tau'an, kalau dilanggar juga kita akan binasa. Hidup kita akan huru-hara. Masyarakat kita akan pincang. Kebahagiaan kita akan tercabar dan keharmonian kita akan hilang. Cuma pelanggaran yang pertama cepat kebinasaannya tetapi pelanggaran yang kedua lambat. Itu sahaja bezanya.

Justeru itu kalau didapati di dalam masyarakat kita berbagai-bagai jenayah, kerosakan akhlak, krisis, bahkan bencana alam,rujuk cepatlah kepada Allah Taala. Jangan lengah-lengah lagi.Muhasabah diri dan sistem yang kita bangunkan. Ada atau tidak pelanggaran sunnatullah itu. Kalau didapati ada pelanggaran, kenalah perbetulkan. Tukar segera dengan sunnatullah, kemudian memohon ampun sebanyak-banyaknya kepada-Nya sebelum Allah Taala menimpakan balasan dan hukuman yang lebih berat dan teruk lagi.

Sumber :http://www.iluvislam.com/tazkirah/nasihat/1089-apa-itu-sunnatullah.html & http://halaqah.net/v10/index.php?topic=1261.msg13742#msg13742